PERNYATAAN MULTIFUNGSI TNI: HABITUASI KONDISI PERLUASAN PERAN MILITER DI RANAH SIPIL
Beberapa satuan TNI (Photo: © irwan.net)

PERNYATAAN MULTIFUNGSI TNI: HABITUASI KONDISI PERLUASAN PERAN MILITER DI RANAH SIPIL

Siaran Pers SETARA Institute, 19/6/2023

Pernyataan Panglima TNI bahwa bukan zamannnya lagi TNI ber-Dwifungsi seperti era Orde Baru, tetapi TNI sekarang multifungsi, perlu mendapat perhatian serius dalam kerangka Reformasi TNI. Pernyataan tersebut disampaikan Panglima TNI saat melaksanakan korp raport kenaikan pangkat (kenkat) di Aula Gatot Soebroto, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, pada 15 Juni 2023. Bentuk Multifungsi tersebut di antaranya keterlibatan dalam penanganan Covid-19, bencana Gempa, hingga Banjir.

Di tengah sorotan publik yang luas terhadap perluasan peran/posisi militer di ranah sipil, pernyataan demikian berpotensi dianggap menjadi upaya pembiasaan atas kondisi yang ada kini. Hal ini kontradiktif dengan agenda reformasi yang memastikan TNI fokus pada tugas utamanya sebagai alat pertahanan negara.

Berkaitan dengan pernyataan Panglima TNI tersebut, terdapat beberapa tanggapan SETARA Institute, sebagai berikut:

  1. Pernyataan Panglima TNI mencerminkan upaya habituasi atau pembiasaan terhadap kondisi perluasan peran militer di ranah sipil. Panglima TNI seharusnya berada di garis depan dalam memastikan TNI fokus pada tugas utamanya sebagai alat pertahanan negara sebagaimana amanat UU TNI.
  2. Peran-peran di ranah sipil sebagaimana disebutkan Panglima TNI sebagai multifungsi TNI, seharusnya dipahami dalam kerangka pengaturan UU TNI. Peran-peran tersebut pada dasarnya tidak dapat disandingkan dengan Dwifungsi TNI layaknya Orde Baru. Sebab, pascareformasi peran-peran tersebut merupakan tugas perbantuan sebagaimana masuk dalam sejumlah poin Operasi Militer Selain Perang (OMSP) pada Pasal 7 ayat (2) huruf b UU TNI.
  3. Berbeda dengan masa Orde Baru, peran-peran militer di ranah sipil berkaitan dengan implementasi doktrin Dwifungsi ABRI, yakni ABRI sebagai kekuatan pertahanan keamanan negara dan kekuatan sosial politik sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 2 Tahun 1988 tentang Prajurit ABRI. Kondisi pascareformasi jelas berbeda. Sebab peran sosial-politik TNI telah dihapus dari doktrin, peran, serta Peraturan Perundang-Undangan. Peran, fungsi, dan tugas TNI secara eksplisit disebutkan berkaitan dengan implementasi alat negara di bidang pertahanan, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 7 UU TNI.
  4. Peran-peran sebagaimana disebutkan Panglima TNI sebagai multifungsi TNI seharusnya dapat dipahami bukanlah kerja-kerja utama TNI, sehingga tidak dapat disejajarkan dengan fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara sebagaimana telah dijabarkan pada Pasal 6 ayat (1) UU TNI. Selain peran tersebut menjadi bagian dari OMSP, peran-peran tersebut pun telah memiliki otoritas sipil terkait sebagai penanggungjawabnya.
  5. Ketimbang melakukan pembiasaan, seharusnya Panglima TNI melakukan tindakan-tindakan evaluatif terhadap peran-peran militer di ranah sipil dengan dasar UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, berupa memastikan bahwa peran-peran tersebut sesuai dengan pengaturan UU TNI dan tidak mengurangi profesionalitas maupun kemampuan tempur TNI.

Narahubung:
Ikhsan Yosarie, Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute
Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute

Sharing is caring!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*