Penanganan Kasus HAM Pemerintahan Jokowi-JK Dinilai Jeblok
Ketua Umum SETARA Institute, Hendardi. Foto: Media Indonesia

Penanganan Kasus HAM Pemerintahan Jokowi-JK Dinilai Jeblok

SETARA Institute memberi nilai merah terhadap penanganan Hak Asasi Manusia (HAM) selama dua tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Ketua Setara Institute Hendardi menyebut, angka empat sebagai nilai yang pantas untuk diberikan kepada pemerintahan Jokowi-JK dalam penanganan kasus HAM.

Hendardi mengatakan, angka itu dipilih karena pemerintah saat ini belum menunjukkan kemajuan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu yang berjumlah tujuh kasus yang di antaranya yakni peristiwa 1965, peristiwa Trisakti 1998, Semanggi I (1998) dan Semanggi II (1999), penembakan misterius (1982?1985), serta Wasior (2001) dan Wamena (2003).

“Menkopolhukam (Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan) sudah mengusulkan akan membentuk lembaga non-yudisial (untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu), tetapi konsepnya seperti apa tidak jelas. Nilai empat sudah terlalu bagus,” ujar Hendardi saat memberikan keterangan tentang Evaluasi Dua Tahun Kepemimpinan Jokowi di Kantor Setara Institute Jakarta, Minggu (23/10).

Adapun dari segi reformasi hukum, ia menilai Pemerintah Indonesia cukup diberi nilai 5,5. Nilai itu diberikan karena reformasi hukum saat ini belum menyasar ke inti permasalahan, salah satunya ialah belum disentuhnya perubahan peradilan militer.

Sehingga jika terdapat oknum militer yang melakukan pelanggaran pidana umum, oknum tersebut tidak bisa diadili oleh pengadilan umum dan harus melalui peradilan militer

“Untuk reformasi hukum, nilai 5,5 cukup karena tidak jelek, tetapi juga tidak bagus,” imbuh Hendardi.

Di tempat yang sama, Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani menyatakan buruknya rapor pemerintah dalam bidang HAM salah satunya disebabkan selama dua tahun terakhir Pemerintahan Jokowi-JK belum mampu memberikan jaminan perlindungan terhadap kaum minoritas di Indonesia.
Padahal, kata Ismail, janji perlindungan itu merupakan salah satu janji Jokowi saat kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.

“Intoleransi, konflik, dan kekerasan atas nama agama, tidak ada satu pun yang diatasi oleh Jokowi,” ucap Ismail.

Ismail menyebut, selama dua tahun terakhir Setara Institute mencatat kasus tindakan intoleransi di Indonesia masih marak. Pada 2015 lalu, tercatat terdapat 197 peristiwa intoleransi dengan 236 tindakan pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan.

“Sementara itu tercatat 91 peristiwa dengan 113 tindakan pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan pada Januari-September 2016,” ungkapnya.

Buruknya penanganan kasus HAM itu, lanjut Ismail, diperparah dengan ketiadaan langkah terobosan pada Paket Kebijakan Hukum pertama yang fokus memberantas pungutan liar.

“Jika kado perayaan dua tahun di bidang hukum itu hanya soal pungli, maka itu tidak memuaskan,” kata Ismail.

Ia mengungkapkan, pemberian nilai 5,5 pada penegakan hukum dan 4 pada penegakan HAM berdasarkan hasil riset Setara selama dua tahun kepemimpinan Jokowi-JK dengan indikator Nawacita dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019 serta Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). (OL-4)

Sumber : Mediaindonesia.com

Sharing is caring!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*