GAGAL MASUK RAPAT PARIPURNA, DPR BERI HARAPAN PALSU ATAS PENGESAHAN RUU TPKS
Gambar: Pixabay

GAGAL MASUK RAPAT PARIPURNA, DPR BERI HARAPAN PALSU ATAS PENGESAHAN RUU TPKS

Siaran Pers SETARA Institute, 17 Desember 2021

Regresifitas pemerintah dalam proses legislasi kembali nampak ketika pada hari Kamis, 16 Desember 2021, DPR urungkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) untuk diteruskan dalam Rapat Paripurna. Atas hal tersebut, SETARA Institute menyatakan beberapa hal sebagai berikut:

Pertama, SETARA Institute menyayangkan ketidakpekaan pemerintah dalam menyikapi maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini. RUU TPKS yang seharusnya bisa menjadi alat preventif sekaligus represif terhadap peristiwa kekerasan seksual justru masih jalan di tempat. Lagi-lagi, pemerintah bersikap tidak responsif dan tidak mampu membaca urgensi adanya instrumen hukum ini di tengah semakin krusialnya kasus kekerasan seksual yang terjadi.

Kedua, seharusnya DPR dan Presiden terlecut oleh keberadaan Permendikbud-Ristek No. 30 Tahun 2021 tentang PPKS. Menjadi ironi ketika justru aturan yang lebih akomodatif merupakan aturan pada level yang lebih rendah daripada undang-undang. Terlebih, locus keberlakuan Permendikbud PPKS ini sangat limitatif, yaitu hanya mengatur kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Sehingga masih sangat dibutuhkan sebuah payung hukum nasional yang cakupannya lebih luas dan mampu menjangkau seluruh tindak kekekasan seksual yang terjadi di seluruh tempat, mulai dari ruang publik hingga ruang privat.

Ketiga, SETARA juga menyayangkan usulan salah satu fraksi untuk mengakomodir norma larangan perzinaan dan larangan LGBT untuk dimasukkan dalam RUU TPKS. Sekalipun SETARA juga tidak membenarkan perzinaan, namun negara tidak seharusnya intervensi terlalu dalam ke ranah privat seseorang mengingat domain negara adalah ada pada ranah publik. Begitu pula dengan LGBT, dimana tidak seharusnya negara menjadi aktor utama yang merestriksi kebebasan berekspresi mereka. Selama kelompok LGBT ini tidak melakukan tindakan yang membahayakan kepentingan umum, negara harus hadir memberikan perlindungan tanpa membeda-bedakan bagaimana orientasi seksualnya. Terlebih, Presiden Jokowi telah mengamanatkan kepada Polisi untuk adanya perlindungan bagi setiap orang yang terancam karena seksualitasnya. Dengan demikian, upaya formalistis larangan terhadap LGBT berarti pula negara sedang berupaya melakukan violation by law.

Keempat, SETARA Institute mendesak pemerintah untuk berkomitmen menuntaskan pengesahan RUU TPKS pada agenda sidang DPR di tahun 2022. Pimpinan DPR harus segera menuntaskan komunikasi yang masih belum sejalan di antara para fraksi di parlemen yang menjadi penghambat utama tarik ulurnya pengesahan RUU TPKS tersebut.

Narahubung:
Sayyidatul Insiyah, Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute: +62 895-3669-15954

Sharing is caring!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*