Komisi Reformasi Kepolisian: Mendorong Percepatan Agenda Transformasi Polri

Komisi Reformasi Kepolisian: Mendorong Percepatan Agenda Transformasi Polri

Siaran Pers SETARA Institute, 19/9/2025

Komisi Reformasi Kepolisian (KRK) yang menurut Menteri Koordinator Hukum akan dibentuk Presiden Prabowo ke depan tidak boleh berhenti sebagai respons jangka pendek yang bersifat simbolis, melainkan harus diarahkan sebagai instrumen strategis untuk mempercepat transformasi Kepolisian RI dan penyelesaian problema struktural dan kultural kepolisian. Tanpa visi ke arah tersebut, komisi ini akan memicu anggapan bahwa pembentukannya merupakan gimik politik belaka untuk meredam kritik publik tanpa menghasilkan perubahan substantif.

Keberadaan KRK juga perlu diarahkan untuk visi yang lebih luas, yakni untuk penguatan demokrasi di Indonesia. Sebab dalam beberapa tahun terkahir, Polri bukan hanya menghadapi krisis kepercayaan, tetapi juga menjadi salah satu aktor utama dalam praktik regresi demokrasi. Tanpa desain progresif bagi kerja-kerja Komisi ini, Polri berisiko terus menjadi sumber regresi demokrasi alih-alih pilar negara hukum, serta menjadi penopang bagi lahirnya otoritarianisme baru.

Gagasan reformasi kepolisian sebenarnya bukan isu yang benar-benar baru. Sudah lama masyarakat sipil mendorong agenda reformasi dan transformasi kepolisian, salah satunya SETARA Institute. SETARA dalam studi Desain Transformasi Polri (2024) mendeteksi 130 masalah aktual yang mengemuka dan melekat di tubuh Polri, serta menjangkiti seluruh mandat Kepolisian dalam penegakan hukum, perlindungan dan pengayoman masyarakat, keamanan dan ketertiban masyarakat, serta pelayanan masyarakat, yang mengakibatkan stagnasi dalam transformasi Polri.

130 masalah ini kami ringkas menjadi 12 tema masalah yang menuntut respons sistemik. Ke-12 tema permasalahan tersebut berupa (1) Kedudukan Polri dalam struktur ketatanegaraan; (2) Kinerja pengawasan terhadap Polri; (3) Akuntabilitas proses penegakan hukum; (4) Tata kelola rumah tahanan dan jaminan perlindungan hak tahanan; (5) Orientasi pemidanaan dan penyimpangan tafsir kamtibmas; (6) Akuntabilitas penggunaan senjata api; (7) Kinerja perlindungan dan pengayoman masyarakat; (8) Kinerja penanganan terorisme; (9) Akuntabilitas fungsi pelayanan publik; (10) Tata kelola pendidikan Polri; (11) Tata kelola organisasi dan manajemen sumber daya Polri; dan (12) Hubungan antar lembaga.

Penyikapan sistemik tersebut semakin diperlukan mengacu kepada kuantifikasi persoalan-persoalan tersebut melalui hasil survei terhadap 167 ahli yang dilakukan SETARA Institute pada studi tersebut. Hasil survei tersebut, di antaranya, menunjukkan bahwa:
• 61,6 persen ahli menilai kepercayaan publik terhadap Polri dalam menjalankan tugas dan fungsinya tidak baik. Hanya 16,8 persen yang menyatakan baik.
• 49,7 persen ahli menyatakan pengaruh Polri dalam menjaga demokrasi Indonesia tidak baik. Hanya 19,8 persen yang menyatakan baik.
• 51,2 % persen ahli menyatakan pelaksanaan kepolisian yang demokratis dan humanis tidak baik, Hanya 19,9% yang menyatakan baik.
• Dalam konteks integritas Polri dalam penegakan hukum, 58,7 persen juga menyatakan tidak baik. Hanya 16,6 persen yang menyatakan baik.
• 46,1 persen ahli, menilai kinerja tata kelola kelembagaan Polri yang akuntabel dan transparan tidak baik. Hanya 15,6 persen yang menilai baik.
• Sementara pada aspek pelaksanaan kepolisian yang proaktif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, 46,4 persen menilai cukup baik. Hanya 25,9 persen ahli mengatakan tidak baik dan 27,7 persen menilai baik.
• 48,5 persen menilai pelaksanaan modernisasi, seperti digitalisasi layanan SKCK, pada pelayanan publik berjalan baik. Hanya 18 persen yang menilai tidak baik.

Pertama, kinerja KRK harus ditopang legitimasi politik dari Presiden, regulasi yang kuat dengan kewenangan nyata dalam merumuskan agenda perubahan dan memastikan tindak lanjutnya, serta keanggotaan yang independen, profesional, dan progresif. Tanpa prasyarat demikian, keberadaan dan hasil kerja Komisi ini hanya akan menjadi catatan administratif yang mudah diabaikan. SETARA Institute telah mendeteksi kecenderungan keberulangan permasalahan kultural dan struktural dalam upaya reformasi Polri, bahkan persoalan yang sama telah terjadi sejak era Presiden Gus Dur hingga kini.

Kedua, berdasarkan pandangan para ahli, SETARA Institute menemukan lima kelompok permasalahan prioritas Polri untuk 5 tahun ke depan dalam rangka mendukung Visi Indonesia 2045, yakni (1) Akuntabilitas proses penegakan hukum; (2) Kinerja pengawasan terhadap Polri; (3) Kinerja perlindungan dan penganyoman masyarakat; (4) Akuntabilitas fungsi pelayanan publik; dan (5) Tata kelola organisasi dan manajemen SDM Polri. KRK mesti menempatkan lima permasalahan ini juga sebagai prioritas dalam reformasi Polri.

Ketiga, dalam rangka mendukung agenda reformasi dan transformasi Polri, SETARA Institute menyusun desain transformasi yang komprehensif. Dalam desain tersebut, terdapat 4 pilar sebagai basis reformasi Polri, yakni Polri yang demokratis-humanis, Polri yang berintegritas-antikorupsi, Polri yang proaktif-modern, dan Polri yang presisi-transformatif.

Dengan basis kerangka 4 pilar tersebut, SETARA menyusun dan merekomendasikan 12 agenda transformasi Polri secara tematik. Pada Pilar Demokratis-Humanis: (1) mewujudkan Polri yang Humanis dan Menjunjung Tinggi HAM; (2) mewujudkan pengawasan yang kuat, partisipatif, dan berlapis; (3) mewujudkan Polri yang inklusif dan ramah gender. Agenda pada Pilar Integritas-Antikorupsi: (1) mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan; (2) mewujudkan institusi Polri yang bebas KKN; (3) mewujudkan independensi Polri yang kuat.

Kemudian Pilar Proaktif-Modern meliputi: (1) mewujudkan institusi yang profesional dan modern; (2) menjamin rasa aman terhadap semua lapisan masyarakat; (3) mewujudkan lembaga yang transparan, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Sedangkan agenda pada Pilar Presisi-Transformasif meliputi: (1) mewujudkan SDM Polri yang unggul, siap menghadapi tantangan, adaptif, dan menjadi harapan dan kepercayaan masyarakat; (2) mewujudkan tata kelola pendidikan yang menghasilkan anggota Polri berkualitas dan profesional; (3) membangun sinergitas dan kolaborasi lintas instansi.

Dalam upaya melaksanakan 12 agenda transformasi Polri tersebut, SETARA Institute juga menyusun 24 strategi dalam implementasinya dengan 50 detail aksi. Aksi-aksi tersebut selengkapnya dapat diakses pada link berikut: https://setara-institute.org/wp-content/uploads/2024/10/EBOOK-Desain-Transformasi-Polri_IH.pdf). Salah satu aksi yang mesti diakselerasi untuk memastikan agenda transformasi Polri adalah penguatan external oversight body (lembaga pengawasan eksternal). Dalam konteks itu, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebagai exercise penguatan pengawasan perlu diperluas kewenanangannya untuk mengawasi percepatan pelaksanaan agenda transformasi Polri.

Keempat, dalam implementasi 4 pilar tersebut, SETARA Institute telah memetakan masing-masing tantangan agenda reformasi Polri yang akan dihadapi. Pada Pilar Demokratis-Humanis, terdapat 7 tantangan yang dihadapi, yakni (1) Kekerasan yang masih membudaya; (2) Minimnya akuntabilitas dalam penggunaan senjata api; (3) Impunitas bagi pelaku tindak kekerasan dari anggota Polri; (4) Pengarusutamaan pendekatan keamanan dalam penyelenggaraan kamtibmas; (5) Minimnya pemahaman dan/atau perspektif anggota Polri mengenai perlindungan HAM di lapangan; (6) Kriminalisasi sebagai dampak minimnya independensi Polri terhadap kekuasaan; (7) Penanganan demonstrasi yang tidak berbasis Perkap No. 8 Tahun 2009.

Pada Pilar Integritas-Antikorupsi, agenda reformasi Polri memiliki 7 tantangan, yakni (1) Penegakan hukum berbasis berita viral; (2) Minimnya implementasi komitmen antikorupsi; (3) Minimnya akuntabilitas dan transparansi pada penegakan hukum; (4) Sengkarut penegakan hukum yang melibatkan petinggi Polri; (5) Minimnya keteladanan pimpinan Polri dalam penegakan hukum; (6) Besarnya potensi intervensi kekuasaan terhadap Polri; (7) Minimnya transparansi dalam tata kelola lembaga pendidikan Polri.

Pada Pilar Proaktif-Modern, agenda reformasi Polri memiliki 5 tantangan, yakni (1) Belum meratanya teknologi/digitalisasi pelayanan publik di daerah; (2) Keterbatasan anggota Polri melek teknologi di daerah; (3) Pungli dalam akselerasi atau sebagai booster dalam merespons pengaduan publik; (4) Birokratisasi pelayanan publik; dan (5) Minimnya sosialisasi dan edukasi anggota Polri mengenai pelayanan publik kepada masyarakat di daerah.

Sedangkan dalam Pilar Presisi-Transformatif, agenda reformasi Polri memiliki 6 tantangan, yakni (1) Lemahnya pengawasan terhadap kinerja Polri; (2) Minimnya SDM Polri berkualitas di daerah; (3) Minimnya implementasi komitmen anti-korupsi; (4) Minimnya keteladanan pimpinan Polri; (5) Minimnya rekrutmen Polwan dan implementasi ramah gender; dan (6) Penyalahgunaan kewenangan dalam pelaksanaan peran dan fungsi Polri.

Kelima, Pembentukan KRK merupakan langkah yang signifikan dalam demokratisasi sektor keamanan. Namun nilai strategisnya hanya dapat terukur jika tim ini benar-benar bekerja secara independen, transparan, dan berorientasi pada perubahan substantif. Di samping itu pembentukan KRK juga mesti dibarengi dengan agenda-agenda perbaikan kelembagaan dan kinerja lembaga lainnya, termasuk lembaga legislatif, kementerian dan badan negara.

Reformasi Polri harus ditempatkan sebagai salah satu agenda mendasar bagi konsolidasi demokrasi di Indonesia. Agenda ini bukanlah ‘kosmetik’ dan respons sesaat terhadap krisis legitimasi kelembagaan pemerintahan negara pada umumnya, termasuk pada sektor keamanan. Dengan transformasi kepolisian dan transformasi kelembagaan dan kinerja pemerintahan negara secara mendasar, kita memiliki harapan untuk transformasi negara-bangsa menuju Indonesia Emas 2045.[]

Narahubung:
• Ikhsan Yosarie, Peneliti HAM dan Reformasi Sektor Keamanan SETARA Institute
• Merisa Dwi Juanita, Peneliti HAM dan Reformasi Sektor Keamanan SETARA Institute
• Azeem Marhendra Amedi, Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute
• Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute

Sharing is caring!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*