Siaran Pers SETARA Institute
30 Mei 2025
Jelang pertengahan tahun 2025 ini, peristiwa intoleransi yang sangat memprihatinkan kembali terjadi. Peristiwa tragis tersebut merenggut nyawa seorang pelajar Sekolah Dasar (SD) berinisial KB berusia 8 tahun di Kelurahan Pangkalan Kasai, Kecamatan Seberida, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Korban tewas akibat tindakan perundungan dan pemukulan yang dilakukan oleh beberapa orang kakak kelasnya di sekolah. Tindakan kekerasan yang dialami korban diduga akibat korban menganut agama yang berbeda dari para pelaku.
Terhadap kasus tersebut, SETARA Institute menyampaikan pernyataan sebagai berikut.
Pertama, SETARA Institute mengecam keras terjadinya kasus tragis ini. Tindakan kekerasan yang berujung pada kematian tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap hak anak sebagaimana termaktub dalam Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” dan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagaimana dijamin dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
Kedua, kasus tersebut menunjukkan bahwa intoleransi nyata-nyata merasuki generasi sangat muda bangsa ini. Simptom intoleransi di lapangan bahkan bukan hanya menimpa anak-anak usia Sekolah Menengah Atas (SMA), tapi lebih muda dari itu. Survei yang dilakukan oleh SETARA Institute pada Februari 2023 menunjukkan bahwa diperlukan pelipatgandaan upaya untuk menghalau paparan intoleransi dan ekstremisme kekerasan dari satuan pendidikan kita. Meskipun 70,2% dari responden berkategori toleran, 24,2 persen siswa SMA intoleran pasif, 5 persen intoleran aktif, dan 0,6 persen dari mereka terpapar ideologi ekstremisme kekerasan.
Ketiga, dalam konteks tragedi di Riau, negara tidak boleh abai. Negara harus hadir dan mengambl tindakan yang memadai dalam menjamin perlindungan bagi anak dan kelompok minoritas agama atau keyakinan, serta harus memastikan para pelaku dan pihak yang bertanggung jawab diproses secara adil sesuai hukum yang berlaku.
Keempat, secara lebih khusus SETARA Institute mendesak beberapa pihak untuk segera mengambil tindakan. Kepolisian hendaknya segera mengusut tuntas kasus ini dan memastikan semua pelaku, termasuk kemungkinan keterlibatan pihak lain, misalnya pembiaran oleh orang dewasa terkait, untuk diproses hukum secara professional dan memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya. Kepolisian dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebaiknya memberikan perlindungan kepada keluarga korban, terutama orang tuanya. agar tidak mendapat intimidasi lebih lanjut.
Pemerintah Daerah setempat hendaknya melakukan evaluasi terkait iklim sekolah yang rentan menjadi tempat diskriminasi, intoleransi, dan kekerasan serta memobilisasi sumber daya, termasuk program yang relevan, untuk memastikan penyelenggaraan program pendidikan dan lingkungan sekola yang damai, non- diskriminatif, inklusif dan aman untuk semua.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah hendaknya melakukan evaluasi dan pemantauan atas eksistensi dan kinerja Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) yang dibentuk di satuan-satuan pendidikan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Eksistensi dan kinerja TPPK seharusnya dapat mencegah kekerasan seperti yang dialami oleh KB dan kekerasan lainnya di berbagai satuan pendidikan.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) hemberikan rehabilitasi dan dampingan psikologis bagi keluarga korban. KPPPA juga mesti memastikan hak-hak keluarga korban, juga hak-hak para pelaku yang juga anak-anak, ketika proses hukum sedang berjalan.
Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri juga mesti mengambil peran sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing untuk segera menyusun langkah pencegahan dan penanganan diskriminasi berbasis agama di tingkat daerah, serta mendorong peran aktif seluruh perangkat pemerintahan di daerah untuk membangun toleransi, perjumpaan lintas identitas, dan inklusi sosial sejak dini di tengah-tengah kemajemukan.[]
Narahubung:
Harkirtan Kaur, Peneliti KBB SETARA Institute, 0878-7596-7785
Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute, 0852-3000-8880