Setara Institute Sebut Lima Putusan MK Negatif
Direktur Setara Institute Ismail Hasani (kanan) mengatakan, dari 121 putusan MK, 5 di antaranya dinilai negatif. Foto: CNN Indonesia/Rinaldy Sofwan Fakhrana.

Setara Institute Sebut Lima Putusan MK Negatif

Jakarta, CNN Indonesia Setara Institute melakukan penelitian terhadap 121 putusan Mahkamah Konstitusi pada periode 18 Agustus 2016-14 Agustus 2017. Dari 121 putusan tersebut, lima di antaranya dianggap memiliki pola negatif.

Direktur Setara Institute Ismail Hasani mengatakan, Setara Institute membagi kualitas hasil putusan MK menjadi tiga kategori.

Pertama, pola positif yang merujuk pada putusan yang berkualitas dan progresif dalam menjawab problem konstitusi. Kedua, pola negatif merujuk pada kualitas putusan yang regresif dan melemahkan prinsip rule of law. Ketiga, tone netral merujuk pada putusan-putusan yang memang menjadi ranah MK untuk memutuskannya.

Dari 121 putusan tersebut, Setara Institute memetakan ada pola negatif pada 5 putusan, positif 23 putusan, dan sisanya netral sebanyak 93 putusan.

Pola negatif tersebut, kata Ismail, salah satunya tentang pengajuan uji materi undang-undang yang dilakukan oleh Setya Novanto.

“MK tahun ini menjadi panggung Setya Novanto dalam konteks persoalan hukum dan etika yang melilit Setya,” kata Ismail di Kantor Setara Institue, Minggu (20/8).

Tahun lalu, Setya mengajukan permohonan uji materi ke MK terkait Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1998 tentang Tipikor

“Setya mempermasalahkan soal bukti rekaman yang dianggap diperoleh secara tidak sah. Dalam UU ITE bukti rekamam sah sepanjang didapat tanpa melakukan perlawan hukum, penyadapan. Namun oleh MK bukti tersebut dinyatakan tidak sah,” ujar Ismail.

Sementara terkait dengan UU Tipikor, Ismail menyebut Setya mempermasalahkan pasal 15 yang mengatur tentang permufakatan jahat. Setya berpendapat dirinya tidak memenuhi kriteria untuk melakukan permufakatan jahat sesuai yang diatur oleh undang-undang.

“MK kemudian memperjelas arti permufakatan jahat itu, yang pada intinya membersihkan citra dari Setya Novanto,” ucap Ismail.

Meski mencatat tone negatif dalam beberapa keputusan, Setara Institute masih melihat MK sebagai lembaga negara yang memiliki mekanisme paling efektif dalam perlindungan hak asasi manusia dan penegakan rule of law.

“MK masih jadi mekasnime efektif dalam kemajuan dan perlindungan HAM dan kemajuan rule of law, tapi juga ada sejumlah catatan terhadap kinerja MK sebagai bekal untuk perbaikan di masa datang,” ujar Ismail. (pmg/gil)

Patricia Saraswati
Sumber: CNN Indonesia

Sharing is caring!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*