JAKARTA– Setara Institute telah menyampaikan laporan penelitian bertajuk “Inovasi Normatif Pemajuan Bisnis dan HAM di Indonesia (2024)”.
Dalam laporan penelitian Setara tersebut, kinerja negara dalam pemajuan prinsip Bisnis dan Hak Asasi Manusia atau HAM (BHAM) berada pada status “normative innovation”.
“Meskipun capaiannya masih minimum, terbitnya Peraturan Presiden No.60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM), telah menunjukkan ikhtiar dan menuntut konsistensi serta kepatuhan pemerintah dan sektor bisnis pada prinsip Bisnis dan HAM,” kata Peneliti Bisnis dan HAM Setara Institute Pebria Prakarsa Renta melalui siaran pers, Rabu 17 Juli 2024.
Menurut dia, progresivitas pemerintah dalam menunjukkan komitmen negara untuk menerapkan pematuhan atas prinsip bisnis dan HAM, secara kontekstual mesti diselaraskan dengan implementasi yang tepat dan efektif.
“Sebab masih banyak ditemukan kasus pelanggaran HAM yang dilakukan akibat dari operasionalisasi bisnis, paralel dengan temuan dari Human Rights Report tahun 2023 yang dirilis oleh US Department of State bahwa masih banyak ditemukan dampak buruk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh entitas bisnis, mulai dari pelanggaran kebebasan berserikat dan hak untuk melakukan perundingan bersama, masih adanya praktik kerja paksa dan pekerja anak, ditemukannya praktik diskriminasi terkait pekerjaan dan jabatan, serta tidak terpenuhinya kondisi kerja yang layak,” ungkapnya.
Diseminasi
Setara Institute sebagai anggota Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM (GTN BHAM) bersama Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM, melakukan diseminasi dan penyerapan aspirasi dari kalangan serikat buruh berbagai sektor sebagai “benfeciary” utama dari prinsip Bisnis dan HAM berdasarkan United Guiding Principles (UNGP) on Business and Human Rights, dan Perpres Stranas BHAM, pada Senin (15/7/2024).
Kegiatan ini mengundang serikat buruh dan pekerja dari sektor pertambangan, perkebunan kelapa sawit, perikanan, farmasi dan kesehatan, buruh migran, termasuk media dan pemuda.
Peneliti Bisnis dan HAM Setara Institute lainnya Nabhan Aiqani menambahkan bahwa bagi serikat pekerja, hadirnya Perpres No 60/2023 merupakan salah satu instrumen baru yang dapat digunakan sebagai alat dorong meningkatkan pemenuhan HAM bagi para pekerja dan masyarakat terdampak.
Sementara itu, Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Dhahana Putera merespons pandangan serikat pekerja dengan sangat akomodatif.
Pihaknya memastikan bahwa Kemenkumham berkomitmen untuk kolaborasi bersama dan terbuka dengan serikat pekerja.
Menurutnya, adopsi perlindungan bagi pekerja telah dilakukan melalui aplikasi Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (PRISMA) yang diperuntukkan bagi dunia usaha dan bisa dipantau oleh publik.
“Aplikasi ini dirancang untuk membantu perusahaan dari berbagai sektor bisnis melakukan penilaian diri (self assessment). Tujuan utamanya adalah memetakan kondisi nyata potensi risiko pelanggaran HAM yang mungkin timbul dari kegiatan bisnis mereka,” ujarnya.***
Sumber: Suara Merdeka Jakarta