Hindari Stigmatisasi Sesat dalam Penegakan Hukum Pengikut Syiah di Halmahera Selatan
Kapolda Maluku Utara Brigjen Pol Achmat Juri (kiri). Foto: Polri.go.id/tirto.id

Hindari Stigmatisasi Sesat dalam Penegakan Hukum Pengikut Syiah di Halmahera Selatan

Pada 5 September 2017, telah terjadi penangkapan terhadap 17 orang pengikut Syiah di Halmahera Selatan.

Penangkapan tersebut diduga karena mereka telah melakukan pengeroyokan terhadap salah seorang warga Goro-Goro bernama Musrin Jamaludin. Jika benar 17 orang dimaksud telah melakukan pengeroyokan, hal itu merupakan peristiwa kriminal biasa yang harus diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Tetapi, kepolisian harus memperhatikan dengan seksama bahwa penangkapan itu ditujukan atas tindak pidana yang dilakukannya bukan karena yang bersangkutan adalah pengikut Syiah. Menyimak penjelasan aparat setempat, upaya ‘mengamankan’ 17 orang tersebut dilakukan karena faktor keyakinannya, yakni penganut ajara Syiah.

Kepolisian harus memastikan tidak bekerja atas dasar stigma sesat Syiah seperti respons yang disampaikan Wakil Bupati Halmahera Selatan, Iswan Hasjim, tapi murni penegakan hukum. Penting diingat bahwa penggunaan identitas agama, keyakinan, dan stereotip kelompok yang dianggap membahayakan keteraturan sosial menjadi semakin marak dan itu hanya menunjukkan penegakan hukum yang absurd.

Wakil Bupati Halmahera, sebagai pejabat pemerintahan seharusnya tidak melakukan condoning (pernyataan pejabat publik yang potensial menimbulkan intoleransi, diskriminasi dan kekerasan) dan mempersoalkan keyakinan 17 orang tersebut sebagai penganut Syiah. Keyakinan adalah termasuk hak yang masuk kategori forum internum dan sama sekali tidak boleh diintervensi oleh siapapun.
Atas dasar itu SETARA Institute menghimbau sebagai berikut:

  1. Kepada Kepolisian Republik Indonesia di Halmahera Selatan, melakukan penegakan hukum yang proporsional dan profesional dengan tidak terlibat pada promosi politisasi identitas agama/keyakinan setiap subyek hukum yang terlibat.
  2. Kepada pemerintah daerah, utamanya Wakil Bupati dan Kementerian Agama Kabupaten Halsel menghentikan upaya-upaya penyesatan terhadap pengikut Syiah, karena justru akan menimbulkan gejolak sosial yang lebih luas. Tugas pemerintah daerah adalah menjaga kerukunan dan toleransi antar agama/keyakinan. Bukan menghakimi agama/keyakinan yang dianut warga.
  3. Kepada MUI dan FKUB setempat, hendaklah bersikap bijaksana dalam memutuskan perkara keyakinan terhadap kelompok-kelompok yang berbeda dengan aliran mainstream. Sekalipun fatwa MUI tidak mengikat bagi penegak hukum dan pemerintah, tetapi fatwa-fatwa MUI terlanjur menjadi rujukan bertindak aparat negara.

Jakarta, SETARA Institute, 8 September 2017

Narahubung:
Sudarto (Peneliti Kebebasan Beragama/Berkeyakinan SETARA Institute): 0813 6309 7448

Sharing is caring!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*