SIARAN PERS
SETARA Institute for Democracy and Peace
11 Agenda Prioritas dalam Pemajuan KBB dan Penguatan Kebinekaan
Jakarta, 7 Januari 2020
- Secara faktual perapuhan kebinekaan selama ini sangat kasat mata. Hal itu bisa ditandai dengan masih tingginya pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) dan semakin terbukanya ekspresi konservatisme dan narasi intoleransi. Peristiwa dan tindakan pelanggaran KBB merupakan salah satu persoalan yang mesti diatasi secara presisi oleh para penyelenggara negara pada Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Akselarasi penanganan persoalan-persoalan kunci mesti dilakukan oleh Pemerintah.
- SETARA Institute mencatat sepanjang periode pertama Pemerintahan Presiden Joko Widodo (berdasarkan data pada rentang waktu November 2014-Oktober 2019) telah terjadi 846 peristiwa pelanggaran KBB dengan 1.060 tindakan. Artinya, terjadi rata-rata 14 peristiwa dengan sekitar 18 tindakan pelanggaran KBB setiap bulan sepanjang periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi.
- Dalam periode yang sama, Jawa Barat dan DKI Jakarta menjadi locus terjadinya peristiwa pelanggaran KBB di atas angka 100, tepatnya 154 peristiwa di Jawa Barat dan 114 di DKI Jakarta.
Provinsi | Peristiwa |
Jawa Barat | 154 |
DKI Jakarta | 114 |
Jawa Timur | 92 |
Jawa Tengah | 59 |
Aceh | 69 |
DI Yogyakarta | 38 |
Banten | 36 |
Sumatera Utara | 28 |
Sulawesi Selatan | 31 |
Sumatera Barat | 19 |
Tabel 1.
Daftar 10 Provinsi dengan Peristiwa Tertinggi
- Sepanjang periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, pelanggaran didominasi oleh tindakan non negara (613 tindakan), berbanding 447 tindakan yang dilakukan oleh aktor negara. Rincian 10 besar aktor non negara yang menyumbang tindakan pelanggaran tertinggi dapat dilihat pada tabel 2. Sedangkan 10 besar aktor negara dapat dilihat pada tabel selanjutnya.
Aktor Non Negara | Jumlah Tindakan |
Kelompok warga | 171 |
Ormas Keagamaan | 86 |
Majelis Ulama Indonesia (MUI) | 64 |
Individu | 71 |
Front Pembela Islam (FPI) | 48 |
Ormas | 24 |
Forum Umat Islam (FUI) | 12 |
Perusahaan | 13 |
Tokoh Agama/Masyarakat | 13 |
Gerakan Pemuda (GP) Ansor | 8 |
Tabel 2.
Daftar 10 Aktor Non-Negara dengan Tindakan Tertinggi
Aktor Negara | Jumlah Tindakan |
Pemerintah Daerah | 157 |
Kepolisian | 98 |
Institusi Pendidikan | 35 |
Satpol PP | 33 |
Pengadilan | 18 |
Kejaksaan | 17 |
TNI | 11 |
Kementerian Agama | 14 |
Wilayatul Hisbah | 19 |
Pemerintah Desa | 5 |
Tabel 3.
Daftar 10 Aktor Negara dengan Tindakan Tertinggi
- Sedangkan daftar korban dalam berbagai peristiwa pelanggaran KBB yang terjadi menempatkan individu, warga, dan Umat Kristiani sebagai korban dalam ratusan peristiwa. Daftar 10 kelompok korban dengan peristiwa tertinggi dapat dicermati pada tabel berikut.
Korban | Peristiwa |
Individu | 193 |
Warga | 183 |
Umat Kristiani | 136 |
Syiah | 81 |
Ahmadiyah | 63 |
Umat Islam | 47 |
Gafatar | 45 |
Aliran Keagamaan | 44 |
Pelajar/Mahasiswa | 41 |
Aparatur Sipil Negara | 25 |
Tabel 4.
Daftar 10 Kelompok Korban dengan Peristiwa Tertinggi
- Selain kelompok korban, data KBB SETARA Institute juga mencatat gangguan yang terjadi pada rumah ibadah sebagai bagian tak perpisahkan dari hak konstitusional warga atas KBB. Data gangguan atas rumah ibadah sepanjang periode pertama Presiden Joko Widodo dapat dicermati dalam tabel selanjutnya.
Rumah Ibadah | Jumlah Gangguan |
Gereja | 51 |
Masjid | 27 |
Rumah Ibadah Kepercayaan | 22 |
Klenteng | 13 |
Pura | 5 |
Vihara | 1 |
Tabel 5.
Gangguan terhadap Rumah Ibadah pada Periode I Pemerintahan Joko Widodo
- Secara umum terdapat beberapa permasalahan kunci yang terkait dengan intoleransi, pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan dan ancaman ideologis terhadap negara Pancasila. Permasalahan tersebut secara umum dapat diidentifikasi dalam dua lapis, yaitu lapis negara (state layer) dan lapis masyarakat (societal layer). Pada lapis negara terdapat 3 (tiga) persoalan utama yang menjadi faktor bagi intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB). Pertama, masalah pada kerangka hukum (legal framework). Kedua, persoalan kapasitas aparatur negara. Ketiga, penegakan hukum. Sedangkan pada lapis masyarakat, terdapat 4 (empat) permasalahan kunci. Pertama, penyempitan ruang perjumpaan yang diakibatkan oleh peningkatan segregasi sosial. Kedua, illiterasi. Rendahnya literasi tentang identitas internal dan eksternal antar warga menyebabkan terjadinya begitu banyak penyangkalan (denial) dan penolakan (resistance) atas eksistensi liyan (the other). Ketiga, penguatan konservatisme. Keempat, penguatan kapasitas koersif warga.
- Beberapa agenda terobosan harus diambil oleh pemerintah. Dalam analisis SETARA Institute atas data KBB dan berdasarkan diskusi dengan para stakeholders, termasuk pemerintah, SETARA Institute merekomendasikan 11 agenda kunci berikut yang semestinya diprioritaskan oleh Pemerintah:
- Pengarusutamaan pemerintahan inklusif. Bentuk paling ideal Perpres.
- Kedua, penghapusan regulasi ministrial yang diskriminatif. SKB Pelarangan Ahmadiyah merupakan regulasi ministrial yang paling bermasalah.
- Revisi PBM 2 Menteri tentang Pendirian Rumah Ibadah dan Forum Kerukunan antar Umat Beragama.
- Penghapusan regulasi lokal diskriminatif.
- Peningkatan kapasitas aparatur negara dalam pemajuan toleransi dan kebinekaan serta penguatan Pancasila.
- Penegakan hukum terhadap beberapa kasus pelanggaran KBB, terutama yang berdimensi pidana
- Rehabilitasi hak korban.
- Penguatan literasi lintas agama (interreligious literacy).
- Memperluas ruang-ruang perjumpaan, termasuk pemukiman lintas identitas.
- Penanganan konservatisme melalui pelarangan politisasi identitas keagamaan dalam hajatan elektoral.
- Penanganan radikalisme dan eksklusivisme keagamaan di beberapa lokus kritis, yaitu sekolah, perguruan tinggi, ASN (termasuk anggota Polri dan TNI) dan BUMN.
Narahubung:
Bonar Tigor Naipospos, (Wakil Ketua SETARA Institute): 0811-819-174
Ismail Hasani, (Direktur Eksekutif SETARA Institute): 0812-1393-1116