Memenangkan Hati Orang Papua Urusan Pelanggaran HAM

Memenangkan Hati Orang Papua Urusan Pelanggaran HAM

Jakarta, CNN Indonesia Tak rampungnya kasus kekerasan di Papua membuat Lenis Kogoya mengajukan usul untuk Presiden Jokowi beberapa waktu lalu. Staf Khusus Presiden untuk Papua itu mengatakan dirinya menyampaikan agar aparat keamanan yang bertugas di Papua dilatih dengan pendekatan adat.

“Dengan pendekatan adat, dengan pendekatan hati,” kata Lenis, Senin (4/9).

Lenis memang bukan orang sembarangan. Dia juga memiliki posisi sebagai kepala suku di provinsi paling timur tersebut.

Masalahnya, usulan Lenis tak semudah membalikkan telapak tangan.

Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan pendekatan secara adat tersebut memang perlu dilakukan. Pasalnya dengan melakukan pendekatan secara adat masyarakat Papua menjadi merasa lebih dihargai.

Dengan pendekatan secara adat tersebut, kata Bonar sanksi yang diberikan kepada pelaku dugaan pelanggaran HAM pun juga bisa diselesaikan dengan menggunakan hukum adat setempat.

Pemberian sanksi berdasarkan hukum adat tersebut, menurut Bonar bisa diterapkan lantaran Papua sebagai daerah otonomi khusus memiliki undang-undang otonomi khusus, yaitu Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

“Kalau kita lihat (undang-undang) otonomi khusus itu dimungkinkan, karena Papua daerah otonomi khusus, ada affirmative action, untuk memperkuat nilai-nilai lokal,” kata Bonar saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (7/9).

Menyelesaikan Konflik

Bonar berpendapat undang-undang otonomi khusus tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan sebuah pendekatan untuk menyelesaikan konflik yang muncul di masyarakat sesuai dengan kondisi dan kultur masyarakat setempat.

Seperti yang diketahui, masyarakat Papua memang masih menjaga tradisi dan hukum adat yang telah diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyangnya.

“Diadakan musyawarah adat antara pelaku dengan keluarga korban, ada semacam upacara adat untuk menyelesaiakan pertikaian, kemudian ada sanksi sosial dan sanksi adat, misalnya dia melakukan apa harus bayar babi sekian atau sapi sekian,” tutur Bonar.

Menurut Bonar keputusan untuk menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua memang harus melibatkan banyak pihak, termasuk masyarakat Papua itu sendiri.

“Termasuk dewan adat, harus ada konsensus bersama dari orang Papua dan pemerintah untuk mencari solusi untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di Papua,” ujarnya.

Kekuatan Berlebihan

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Amnesty International perwakilan Indonesia, Usman Hamid berpendapat penyelesaian konflik di Papua oleh aparat keamanan sebaiknya dilakukan dengan pendekatan yang bersifat persuasif.

“Jadi mendialogkan segala perselisihan yang ada di sana, sekaligus menghindari kecenderungan menggunakan kekuatan secara berlebihan, termasuk kekuatan dengan senjata api,” ucap Usman.

Pendekatan adat, lanjutnya memang diperlukan, tapi Usman menilai usulan pendekatan adat yang disampaikan oleh Lenis Kogoya masih belum jelas.

Usman lebih berharap, tindakan hukum yang dilakukan oleh aparat keamanan di Papua harus mengacu pada upaya perlindungan HAM.

Usman menyebut, prosedur tetap yang dimiliki oleh aparat keamanan sebenarnya disusun dengan rujukan instrumen hukum internasional, termasuk kebijakan dan prosedur penanganan di lapangan.

“Itu mengacu pada nilai-nilai hak asasi manusia, seperti memperhatikan hak-hak masyarakat adat atau tradisi adat,” katanya.

Di sisi lain, Pemerintah juga sudah melakukan sesuatu soal ini.

Di antaranya pembentukan Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM di Provinsi Papua dan Papua Barat tahun 2016 yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (SK Menko Polhukam) Nomor 40 Tahun 2016.

Tim yang semestinya menyelesaikan tugasnya pada Oktober 2016 ternyata mesti memperpanjang masa kerjanya hingga Oktober 2017. Praktis, waktu yang dimiliki tim tersebut hanya tersisa kurang lebih satu bulan lagi.

Namun, Bonar mengaku sudah tidak memiliki harapan dengan hasil kerja tim tersebut, lantaran banyaknya kendala yang dihadapi.

“Saya hopeless dengan tim itu, banyak kendala, banyak pihak, terutama pihak militer menentang penyelesaian pelanggaran HAM,” ujar Bonar.

Usulan Lenis Kogoya mungkin masih panjang jalannya.

Apalagi, tahun depan adalah tahun politik seiring dengan maraknya Pemilihan Kepala Daerah. Namun Lenis percaya soal pendekatan ini untuk urusan keamanan.

“Saya sebagai kepala suku, dibilang [ada ancaman] OPM [Organisasi Papua Merdeka] pun aman. Saya sebagai orang tua, saya sudah berapa kali nyatakan sikap saya, masalah OPM di Papua itu ada di tangan kepala suku,” tegasnya. (asa)

Dias Saraswati
Source: CNN Indonesia

Sharing is caring!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*