SETARA Institute, 29Juli 2016
SETARA Institute adalah organisasi hak asasi manusia yang menaruh perhatian pada pemajuan kondisi hak asasi manusia di Indonesia. Salah satu elemen hak yang diperjuangkan adalah hak untuk bebas beragama/ berkeyakinan bagi warga negara. Kebebasan beragama/ berkeyakinan adalah hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh Konstitusi RI dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Laporan pemantauan kondisi kebebasan beragama/ berkeyakinan yang diterbitkan secara reguler sejak tahun 2007 merupakan salah satu cara mendorong negara mematuhi prinsip-prinsip hak asasi manusia. Sebagai hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara, jaminan kebebasan beragama/ berkeyakinan menuntut negara untuk secara terus menerus meningkatkan jaminan kebebasan itu dengan menghapuskan segala bentuk intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan atas nama agama.
Pemantauan dan publikasi laporan bertujuan untuk [1] mendokumentasikan dan mempublikasikan fakta-fakta pelanggaran dan terobosan/ kemajuan jaminan kebebasan beragama/ berkeyakinan di Indonesia; [2] mendorong negara untuk menjamin secara utuh kebebasan beragama/ berkeyakinan termasuk melakukan perubahan berbagai produk peraturan perundang-undangan yang membatasi kebebasan beragama/ berkeyakinan dan pemulihan hak-hak korban; [3] menyediakan baseline data tentang kebebasan beragama/ berkeyakinan; dan [4] memperkuat jaringan masyarakat sipil dan publik pada umumnya untuk memperluas konstituensi agar dapat turut serta mendorong jaminan kebebasan beragama/ berkeyakinan.
Laporan Tengah Tahun (Januari-Juni 2016) merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan pemantauan reguler SETARA Institute yang akan diterbitkan pada akhir tahun 2016. Pengumpulan data dilakukan dengan [1] pemantauan oleh 28 pemantau daerah; dan [2] pengumpulan data dari institusi-institusi kegamaan/keyakinan dan institusi pemerintah. Selain dua metode pengumpulan data tersebut, SETARA Institute juga melakukan pemantauan melalui media untuk daerah-daerah yang tidak menjadi lokasi pemantauan.
Pemantauan dilakukan dengan menggunakan parameter hak asasi manusia, khususnya Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan UU No. 12/ 2005. Parameter lain yang digunakan juga adalah Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi Berdasarkan Agama atau Keyakinan (Declaration on The Elimination of All Forms of Intolerance and of Discrimination Based On Religion Or Belief) yang dideklarasikan melalui resolusi Sidang Umum PBB No 36/55 pada 25 November 1981.
Pada periode Januari-Juni 2016, SETARA Institute mencatat 62 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) dengan 78 bentuk tindakan, yang menyebar di 18 Sebagian besar terjadi di Jawa Barat, yaitu 13 peristiwa. Pelanggaran dengan angka tinggi juga terjadi di DKI Jakarta (7 peristiwa) dan Jawa Timur (6 peristiwa).
Dari 78 bentuk tindakan pelanggaran KBB, terdapat 44 tindakan pelanggaran yang melibatkan para penyelenggara negara sebagai aktor. Dari 44 tindakan negara[1], 37 di antaranya dalam bentuk tindakan aktif (by commission), sementara 7 tindakan merupakan tindakan pembiaran (by omission). Termasuk dalam tindakan aktif negara adalah pernyataan-pernyataan pejabat publik yang provokatif dan mengundang terjadinya kekerasan (condoning). Untuk pelanggaran yang melibatkan negara sebagai aktor, kerangka legal untuk mempertanggung-jawabkannya adalah hukum hak asasi manusia, yang mengikat negara sebagai konsekuensi ratifikasi berbagai instrumen internasional hak asasi manusia.
Selengkapnya :