Indeks Kota Toleran (IKT) 2015

Indeks Kota Toleran (IKT) 2015

Tentang Laporan

Dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional yang diperingati setiap tanggal 16 November, SETARA Institute melakukan kajian danindexing terhadap 94 kota di Indonesia dalam hal mempromosikan dan mempraktikkan toleransi. Tujuan pengindeks-an ini adalah untuk mempromosikan kota-kota yang dianggap berhasil membangun dan mengembangkan toleransi di wilayahnya masing-masing, sehingga dapat menjadi pemicu bagi kota-kota lain untuk turut bergegas mengikuti, membangun dan mengembangkan toleransi di wilayahnya.

Laporan tentang Indeks Kota Toleran adalah laporan pertama SETARA Institute yang disusun dengan mengutamakan praktik-praktik toleransi terbaik kota-kota di Indonesia, dengan memeriksa seberapa besar kebebasan beragama/berkeyakinan dijamin dan dilindungi. Pengukuran menggunakan paradigma negative rights, sesuai dengan karakter kebebasan beragama/berkeyakinan yang merupakan rumpun kebebasan sipil politik, yang diukur secara negatif. Semakin negara (baca:pemerintah kota) tidak mencampuri urusan kehidupan beragama/berkeyakinan maka semakin toleran suatu kota.Selain pendekatan negative rights, Indeks Kota Toleran juga memeriksa tindakan positif pemerintah kota dalam mempromosikan toleransi, baik yang tertuang dalam kebijakan, pernyataan resmi, respons atas peristiwa, maupun membangun budaya toleransi di masyarakat.

Kerangka Pengukuran

Pengukuran toleransi sudah banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga studi di dunia, baik yang berfokus pada toleransi, kebebasan beragama/berkeyakinan, maupun yang mengukur toleransi sebagai bagian dari prinsip yang melekat pada studi demokrasi. Beberapa diantaranya adalah Freedom House (Amerika), PEW Forum, dan Religous Freedom Report Kementerian Luar Negeri Amerika.Di Indonesia, sudah beberapa tahun terakhir juga disusun Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) oleh Bappenas yang di dalamnya memasukkan kebebasan beragama sebagai variabel/ indikator pengukuran indeks. Dari 4 variabel kebebasan sipil dalam IDI misalnya, kebebasan beragama/berkeyakinan diturunkan menjadi 3 indikator: aturan tertulis, tindakan pejabat pemerintah, dan ancaman kekerasan masyarakat.

Secara lebih spesifik, Grim dan Finke (2006) menyusun 3 indikator utama untuk mengukur tingkat kebebasan beragama/ derajat toleransi sebuah negara. Tiga variabel yang digunakan adalah (1) peraturan negara terhadap agama, (2) favoritisme, dan (3) peraturan sosial suatu negara.Variabel yang dipopulerkan Grim dan Finke ini juga diadopsi oleh Bappenas dan banyak lembaga studi lain. Dalam mengukur Indeks Kota Toleran (IKT) 2015, SETARA Institute juga menggunakan kerangka Grim dan Finke yang dimodifikasi dengan variabel lain, yaitu komposisi penduduk berdasarkan agama.

Selengkapnya : Indeks Kota Toleran 2015_Setara Institute

Sharing is caring!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*